MUQADDIMAH
Hamba yng dhaif ini menghaturkan puji syukur ke hadlirat Allah swt dengan pujian yang sangat tidak seimbang jika dibandingkan dengan pujian sebagaimana Allah sendiri memuji atas diri-Nya. Dan hamba ini memanjatkan sholawat serta salam ke atas junjungan Nabi Muhammad saw, dengan shalawat yang semoga dapat menyelamatkan pemanjatnya dari fitnah dunia dan fitnah api neraka.
Tiada henti dan tidak akan pernah berhenti pujian atas ke-Muliaan, ke-Hebatan dan ke-Agungan Allah swt yang keluar dari lisan-lisan hamba-hamba-Nya, kecuali ketika Allah memutuskan untuk menghancurkan alam semesta ini. Dan tiada tertandingi, serta tidak akan pernah pudar, kemuliaan Nabi kekasih Raja Diraja, Rasulullah saw, sehingga namanya senantiasa bersanding dengan nama Sang Maha Pencipta dalam lafazh yang agung “ Laa Ilaaha illaLLahu Muhammadarrasulullah”.
Sesungguhnya, manusialah yang sangat memerlukan ke-Agungan Allah dan kemuliaan Rasulullah saw. Tiada tempat bergantung yang paling layak kecuali kepada Allah, dan tiada teladan yang paling menyelamatkan kecuali teladan Rasulullah saw. Namun sayang, sangat sedikit di antara hamba-Nya yang menyadari akan hal itu.
Kelalaian dakwah, sepinya silaturahmi, surutnya amar ma’ruf nahi munkar, lemahnya usaha nasehat menasehati di antara orang-orang beriman, adalah benar-benar sumber kemerosotan iman yang menyebabkan ke-Agungan Allah dan Rasul-Nya terhalang dari hati-hati manusia, sehingga kecanggihan teknologi, limpahan harta, jabatan yang menggiurkan, telah berubah menjadi berhala-berhala yang dikejar dan disembah oleh sebagian besar umat manusia.
Akibatnya, mulailah Allah swt dipersekutukan, Rasulullah saw dilupakan, sunnah-sunnahnya disingkirkan, agama disepelekan, hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya diinjak-injak, kemungkaran telah tejadi di sana sini membabi buta, merajalela, menyusup dan memfitnah, yang akhirnya menggiring manusia ke arah kehinaan dan kesengsaraan yang amat dalam.
Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah, ketika orang-orang yang seharusnya merisaukan hal ini, justru sibuk memperebutkan kedudukan dan kekayaan. Mereka berdalih bahwa keadaan yang timbul pada saat ini, bukanlah disebabkan oleh penyakit iman, tetapi mereka berpendapat bahwa ekonomi, poltik, keamanan dan pendidikan adalah penyebab utama kemunduran ummat, sehingga menjadi agenda prioritas mereka dalam usaha perbaikan ummat ini.
Oleh sebab itu, berbahagialah orang yang menyibukkan diri dalam usaha atas iman, senantiasa berusaha memperbaiki ummat dari sisi iman dan amalnya, sebab itulah kunci utama segala penyelesaian. Dan beruntunglah orang yang sedia berkorban demi nasib akhiratnya ummat ini.
“………………………………………………………………………………………….”
Diktuip dari kata pengantarnya Abdurrahman Ahmad As Siburny
Rabu, 28 Oktober 2009
ADZAN, IQOMAT DAN ADAB-ADABNYA
1. Disyariatkan mengumandangkan adzan jika tiba waktu sholat ( HR Bukhari, Muslim ).
2. Muaddzin ( orang yang mengumandangkan adzan ) dianjurkan berwudlu lebih dulu ( HR Tirmidzi ). Makruh hukumnya adzan tanpa wudlu ( Abu Dawud ).
3. Disunnahkan menyerukan adzan dengan suara yang keras dan lantang, karena tujuan adzan adalah untuk memanggil orang banyak agar melaksanakan sholat berjamaah. Tidak seorangpun jin, manusia atau apa saja yang mendengar betapa keras suara muaddzin, melainkan menjadi saksi baginya pada hari kiamat. ( HR Bukhari, Nasa’i, Ibnu Majah ).
4. Disunnahkan memilih orang yang ternyaring suaranya untuk adzan ( Abu Dawud ).
5. Lafadz adzan adalah :
Artinya:
Allah Maha Besar 2x
Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah 2x
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah 2x
Marilah mengerjakan sholat 2x
Marilah menuju kemenangan 2x
Allah Maha Besar 2x
Tiada Ilah selain Allah
6. Kalimat-kalimat dalam iqomat sama dengan kalimat-kalimat dalam adzan, hanya jumlahnya diganjilkan ( HR Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi ).
7. Adzan diserukan dengan alunan lambat, sedangkan iqomat diserukan dengan nada cepat tetapi jelas. ( Tirmidzi ).
8. Pada saat adzan shubuh, ditambah kalimat:
Artinya:
“Sholat itu lebih baik daripada tidur”, 2x ( HR Tirmidzi, Abu Dawud )
9. Imam bertanggung jawab terhadap makmum dalam mengimami. Dan muaddzin bertanggung jawab dalam menjaga waktu sholat, agar jamaah menunaikan sholat pada waktu yang benar. ( HR Tirmidzi ).
10. Disunnahkan melantunkan adzan di tempat yang tinggi seperti bukit atau menara. ( HR Abu Dawud ).
11. Disunnahkan adzan dengan berdiri. ( HR Bukhari, Muslim ).
12. Sebaiknya orang yang iqomat adalah orang yang adzan. ( HR Tirmidzi ).
13. Muaddzin hendaknya memasukkan jari telunjuknya ke telinga ketika adzan. ( HR Tirmidzi ).
14. Muaddzin disunnahkan memiringkan kepala ke kiri ketika menyerukan kalimat:
( Hayya ‘alashsholaat..)
Artinya: Marilah sholat 2x.
lalu ke kanan ketika kalimat:
( Hayya ‘alal falaah…)
“Marilah menuju kemenangan” 2x.
15. Orang yang mendengar adzan disunnahkan menjawab adzan dengan ucapan yang sama yang dilantunkan oleh muaddzin, kecuali ketika mendengar kalimat:
“ Hayya ‘alashsholaat” 2x, “ Hayya a’lal falaah” 2x
Dijawab dengan:
( Laa khaula wala quwwata illa billah )
“ Tidak ada daya dan kekuatan kecuali pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung”
16. Disunnahkan membaca do’a setelah mendengar seruan adzan, sbb:
Artinya :
“ Ya Allah, Rabb dakwah yang sempurna ini. Dan sholat yang didirikan. Berilah kepada Tuan kami Muhammad ‘wasilah’ dan ‘fadhilah’. Dan angkatlah ia ke kedudukan yang terpuji, sebagaimana Engkau janjikan kepadanya. Sesungguhnya Engkau tidak pernah ingkar janji.” ( HR Bukhari ). Juga disunnahkan membaca sholawat ( HR Muslim ).
17. Tidak boleh menggaji seorang muaddzin. Lebih utama adzan secara sukarela. ( HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i ).
18. Jangan keluar dari masjid setelah mendengar adzan, kecuali karena batal wudlu atau sesuatu yang sangat mendesak. ( HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i ). Sebaiknya kita sudah duduk dalam shaf sebelum waktu sholat tiba dalam keadaan sudah berwudlu.
19. Muaddzin ditugaskan menunggu Imam. Jangan iqomat sebelum Imam datang. ( HR Muslim, Tirmidzi ).
20. Wanita hanya boleh adzan dan iqomat untuk jama’ah kaum wanita. ( HR Hakim ).
21. Sebaiknya tetap menyerukan adzan dan iqomat walaupun dalam perjalanan. ( HR Tirmidzi ). Di samping memberitahu waktu sholat kepada musafir yang lain, juga sebagai dakwah agar mereka sholat dengan berjamaah jika memungkinkan.
22. Syarat-syarat sah menjadi muaddzin: 1> Islam, 2> Tamyiz ( sudah bisa membedakan yang baik dan tidak baik ). Tidak sah adzannya anak kecil yang belum tamyiz. 3> laki-laki. Tidak sah adzannya seorang wanita kepada jamaah laki-laki. 4> Kalimat adzan tertib ( urutannya benar ), 5> Kalimat adzan tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain selain kalimat adzan. 6> Adzan dengan suara yang lantang dan keras.
Read More or Baca Lebih Lengkap..
Senin, 26 Oktober 2009
BAB 3. MANDI DAN ADAB-ADABNYA
Apa itu Mandi Wajib?
Definisi Mandi Wajib berdasarkan firman Allah:
“ Dan jika kamu junub, maka mandilah.” ( Al Maidah: 6 )
Definisi Mandi Sunnah,berdasarkan hadits Nabi:
“ Adalah kewajiban setiap muslim kepada Allah, mandi pada setiap minggunya sehari ( Seminggu sekali ), dimana ia membasuh kepala dan tubuhnya.” ( Bukhari, Muslim ).
Kenapa harus Mandi Wajib?:
1. Jika dua kemaluan, laki – laki dan wanita bertemu.
2. Keluar mani dengan sebab apapun, baik mimpi, mengkhayal, bergurau, bermimpi, dsb. Sedangkan jika bermimpi tapi tidak keluar mani, maka tidak diwajibkan mandi.
3. Setelah berhenti dari keluar darah haidh dan selesai nifas. ( Tirmidzi )
4. Mandi bagi mayit ( Bukhari )
5. Mualaf ( orang kafir yang baru masuk Islam ) wajib mandi. ( Bukhari ).
Mandi termasuk dalam rangkaian bersuci ( Bukhari, Muslim ). Hikmah disyariatkannya mandi:
1. Memperoleh pahala, karena bersuci adalah bagian dari iman ( Muslim )
2. Memperoleh kebersihan ( Bukhari, Muslim )
3. Memperoleh semangat dan kesegaran.
Prosedur yang dianjurkan dalam mandi:
1. Terlebih dahulu berniat untuk mandi, untuk menghilangkan hadats besar.
2. Mencuci kedua telapak tangan, lalu membasuh kemaluan dan telapak tangan digosokkan ke tanah atau ke dinding.
3. Dianjurkan untuk berwudlu terlebih dulu, yaitu berkumur, beristinsyaq ( memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya ), mencuci muka dan kedua hasta tangan, kemudian mengalirkan air di atas kepala sebanyak 3 x. Selanjutnya mengalirkan air ke seluruh tubuh. Terakhir adalah mencuci kedua kaki. ( Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i )
4. Wanita berambut panjang, boleh hanya dengan menyiramkan air 3 x ke atas rambutnya ketika mandi wajib. ( Muslim )
5. Sunnah ( dianjurkan ) untuk mendahulukan bagian tubuh sebelah kanan ketika menyiram badan, lalu bagian sebelah kiri, selanjutnya bagian depan dan terakhir bagian belakang. ( Nasa’i )
6. Boleh mandi junub dengan berendam di dalam air, asalkan semua anggota badan terkena air. ( Asy Syafi’i ).
7. Dalam mandi wajib, air harus mengenai semua pori-pori badan, kemudian meratakannya, sekaligus membersihkannya. ( Tirmidzi )
8. Sebaiknya berwudlu terlebih dahulu sebelum tidur. Dan cukup sekali mandi setelah menggauli beberapa istri ataupun beberapa kali. Akan tetapi dianjurkan berwudlu lebih dulu sebelum melakukan yang kedua kalinya. ( Tirmidzi ). Dan boleh langsung mandi setelah berhubungan atau tidak langsung mandi, menangguhkannya hingga bangun dari tidur. ( Nasa’i ).
9. Usahakan jangan sampai menyentuh kemaluan dengan telapak tangan jika sudah selesai mandi. Jika menyentuh, maka batallah wudlunya. ( Nasa’i ).
10. Nabi saw menolak memakai handuk setelah mandi. ( Nasa’i ).
11. Usahakan menutup aurat ketika mandi ( tidak telanjang bulat ). Sebaiknya memakai kain khusus basahan saat mandi.
12. Disunnahkan mandi pada saat: a.> Hari Raya ( Imam Malik ), b> Hari Jum’at ( Tirmidzi, Bukhari, Muslim ), c> Saat terjadi gerhana matahari dan bulan, d> Sesudah memandikan jenazah ( Imam Ahmad, Tirmidzi ), e> Setelah kembali dari peperangan ( Muslim ), f> Ketika ihram ( Bukhari ), g> Ketika wuquf di Arafah ( Bukhari ), h> Ketika memasuki kota Makkah ( Bukhari, Abu Dawud ).
13. Hal –hal yang dimakruhkan ketika mandi: a. Boros air. Nabi saw mandi dengan 1 sha’ air atau 5 mud. ( 1 sha’ = 4 mud = 40 cm3 ). ( Bukhari, Muslim ), b. Mandi di air yang tergenang. ( Muslim ). Jika terpaksa, harus diambil dengan hati-hati agar tidak mustakmal.
Read More or Baca Lebih Lengkap..
Jumat, 21 Agustus 2009
BAB 2. ISTINJA ( BUANG AIR BESAR DAN KECIL ) DAN ADAB-ADABNYA
1.Menggunakan sandal atau alas kaki untuk menghindari najis. ( Imam Nawawi ). Akan lebih baik, di dalam WC atau kamar mandi disediakan sandal khusus, dan sebaiknya tidak dibawa keluar WC/ Kamar mandi.
2.Masuk WC/ Kamar mandi dengan melangkahkan kaki kiri telebih dulu. ( HR Tirmidzi ).
3.Doa masuk WC/ Kamar mandi ( dianjurkan baca doanya di luar pintu WC/ Kamar mandi, kira-kira 3 langkah )
Allahumma inni a’uudzubika minal khubutsi wal khobaaits. ( Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan syetan laki-laki dan wanita ) ( HR Bukhari, Muslim )
4. Keluar WC/ Kamar mandi, disunnahkan dengan kaki kanan lebih dulu, dengan baca doa:
Ghufroonaka. Alhamdulillahilladzii adzhaba ‘anil adzaa wa ‘aafanii. ( Aku memohon ampunan-Mu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan telah menyembuhkanku.) ( HR Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)
5. WC adalah tempat berkumpul syetan. Tidak dianjurkan berlama-lama di dalamnya. Jika selesai hajatnya, secepatnya keluar dari WC. ( HR Nasa’I, Ibnu Majah ).
6. Dianjurkan memakai tutup kepala ketika di dalam WC, dan baru membukanya jika kita hendak membasahi rambut. ( Ibnu Sa’ad ). Jika tidak ada penutup kepala, hendaknya ditutup dengan lengan baju. ( Imam Nawani ).
7. Buang air hendaknya dengan duduk, jangan berdiri seperti orang Yahudi dan Nasrani. ( HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i ). Caranya adalah dengan duduk bertumpu di atas kaki kiri dan kaki kanan tegak di atas tanah. Hal ini akan lebih memudahkan najis keluar dan mengistirahatkan anggota tubuh utama, seperti lambung, dsb. ( Imam Nawawi ).
8. Hendakhnya beristinja hanya dengan tangan kiri. Jangan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan. ( HR Bukhari, Nasa’i, Muslim, Tirmidzi ).
9. Sunnah/ amat dianjurkan menghemat air. Gunakan secukupnya. Nabi saw biasa menggunakan air dengan ukuran, seperti ukuran air wudhu, ukuran untuk buang air kecil dan untuk mandi. ( HR Tirmidzi ).
10. Hati-hati dengan cipratan air kencing, terutama jika kencing berdiri. Banyak orang yang disiksa di dalam kubur, karena tidak hati-hati ketika istinja dan tidak sempurna ketika berwudhu. ( HR Bukhari, Muslim, Ibnu Majah ).
Larangan Dalam Beristinja:
1. Jangan membawa lafazh ‘Allah’ dan ‘Muhammad’ atau ayat-ayat Al Qur’an ke dalam WC/ Kamar mandi. ( HR Nasa’i )
2. Jangan membuang hajat dengan menghadap ke arah kiblat dan jangan membelakanginya. Menghadaplah ke arah selain kedua arah tadi. Boleh menghadap atau membelakangi kiblat jika berada di dalam bangunan, itupun jika darurat atau terpaksa. ( HR Bukhari, Nasai’i, Muslim, Tirmidzi ). Maksud menghadap atau membelakangi kiblat adalah, menyingkapkan qubul atau dubur ke arah kiblat atau membelakanginya. ( Imam Nawawi ).
3. Jangan berbicara atau berkomunikasi di dalam WC. ( HR Abu Dawud, Ibnu Majah ). Termasuk menjawab salam pun tidak dianjurkan. Menjawabnya cukup dengan isyarat/ berdehem. ( HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i ).
4. Tidak boleh berdua/ berduaan di dalam satu kamar mandi, kecuali suami istri. ( HR Ibnu Majah, Abu Dawud ).
5. Tidak boleh beristinja menggunakan tulang atau kotoran hewan yang telah kering. Benda-benda itu adalah makanan jin. ( HR Muslim, Nasa’i ).
6. Jangan buang air kecil/ besar di lubang-lubang tanah, karena mungkin itu tempat tinggal jin. Sa’ad bin Ubadah mati dibunuh oleh jin karena kencing di lubang tanah. Dan jangan pula buang hajat di jalan umum, tempat orang lalu lalang, di tempat berteduh, di sumber air/ mata air, di kolam pemandian, di bawah pohon yang berbuah, atau di air yang mengalir. ( HR Muslim, Tirmidzi ).
7. Tidak disukai buang air langsung di air yang diam/ tergenang, atau air yang mengalir, karena kebanyakan jin bertempat di situ pada malam hari. ( Imam Nawawi ).
8. Boleh buang air dengan memakai pispot. Nabi saw biasa meletakkannya di dekat tempat tidur Beliau. ( HR Nasa’i ).
9. Jangan makan, bernyanyi dan bersiul saat berada di dalam WC, meskipun tidak sedang buang hajat atau mandi. ( HR Ibnu Majah, Abu Dawud ).
10. Jangan menampakkan atau memperlihatkan aurat ketika buang air, usahakan bertutup diri atau pergi menjauh agar tidak terlihat oleh orang umum. ( HR Muslim, Tirmidzi ). Sebaiknya mencari tempat yang tidak terlihat oleh orang, tidak tercium baunya dan tidak terdengar. ( Imam Nawawi ).
11. Laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, begitu pula wanita tidak boleh melihat aurat sesama wanita. ( Ibnu Asakir ).
12. Makruh buang air kecil di kamar mandi, karena dikhawatirkan sisa air kencing akan mengenai badan orang yang mandi.( HR Tirmidzi ). Kamar mandi dan WC sebaiknya dipisah.
13. Sunnah menuntaskan sisa air kencing dengan berdehem dan memijit-mijit kemaluan dari pangkal sampai ujung, 3 kali.( Bagi kaum laki-laki ) ( Imam Nawawi ).
14. Jangan menggunakan jari telunjuk dan jempol untuk istinja. Setelah selesai hendaknya tangan digosokkan ke tanah atau dinding untuk menghilangkan bau, lalu dicuci dengan air. ( Imam Nawawi ).
15. Jangan memandang ke langit, melihat ke arah kemaluan atau melihat kotoran yang keluar darinya. Dan makruh bagi orang yang sedang buang hajat itu, berbicara atau sambil melakukan pekerjaan/ aktifitas lain, selagi membuang hajatnya. ( HR Muslim, Abu Dawud ).
16. Benda-benda yang diperbolehkan untuk beristinja, yaitu: air, batu, tanah liat yang keras, dan kertas/ tissue. Digunakan sebanyak 3 kali atau jumlah ganjil. ( HR Bukhari, Ibnu Majah ). Jika sudah suci pada kali yang ke-2, sempurnakan dengan yang ke-3. Jika sudah merasa suci ki tahap ke-4, maka sempurnakan dengan kelima, dst. Lebih diutamakan menggunakan gabungan batu dengan air ( Imam Nawawi ).
17. Benda-benda yang tidak sah untuk beristinja:
a. Benda-benda najis atau terkena najis. ( Bukhari )
b. Makanan manusia, seperti roti dan sebagainya. Atau makanan jin, seperti tulang. ( HR Muslim, Tirmidzi ).
c. Benda-benda terhormat, seperti bagian tubuh binatang yang belum terpisah darinya, terlebih lagi bagian tubuh manusia. Tetapi jika telah terpisah darinya dan suci, seperti rambut binatang yang halal dimakan dagingnya dan kulit bangkai yang telah disamak, maka boleh untuk istinja.
Read More or Baca Lebih Lengkap..
BAB 1 THAHARAH ( BERSUCI ) DAN ADAB-ADAB/ CARA-CARANYA ( Bag 2 )
Definisi:
1. Menurut bahasa : Apa saja yang kotor
2. Menurut Syara : Berarti kotoran yang mengakibatkan shalat tidak sah. Contoh; darah dan air kencing
Jenis najis yang terpenting ada 7 macam:
1. Khamer dan cairan apapun yang memabukkan. ( QS Al Maidah:90 ). Setiap yang memabukkan itu khamer, dan setiap khamer itu haram. ( HR Muslim ).
2. Anjing dan babi. ( HR Muslim, Daruqutni ).
3. Bangkai. Yaitu setiap binatang yang mati tanpa disembelih secara syar’i. ( QS Al Maidah:3 ). Kecuali bangkai-bangkai yang tidak dihukumi najis, yaitu antara lain a. Bangkai manusia, karena Allah telah memuliakan manusia ( QS Al Isra:70 ), b. Jasad orang Islam. ( Sesungguhnya orang Islam itu tidak najis. Hadits riwayat Bukhari ), c. Bangkai ikan dan belalang. ( HR Ibnu Majah:” Dihalalkan 2 macam bangkai dan dua macam darah, yaitu bangkai ikan dan belalang. Dan darah hati serta anak limpa.)
4. Darah yang mengalir termasuk nanah, karena kotor. ( QS Al An’am:145 ).
5. Kencing dan kotoran manusia maupun binatang. ( HR Bukhari, Muslim ).
6. Setiap bagian tubuh yang terlepas dari binatang yang masih hidup. Apa-apa yang terpotong dari seekor binatang, adalah bangkai. ( HR Hakim ), Kecuali rambut dan bulu binatang yang halal dimakan dagingnya, adalah suci. ( QS An Nahl:80 ).
7. Susu hewan yang haram dimakan dagingnya, seperti keledai, karena hukum susunya sama dengan dagingnya. Sedangkan dagingnya itu najis.
Tingkatan Najis:
1. Najis Mughallazhah ( Kelas Berat ), ialah najisnya anjing dan babi.
2. Najis Mukhaffafah ( Ringan ), ialah kencing bayi laki-laki yang belum memakan makanan selain susu, dan belum berumur 2 tahun. ( HR Bukhari, Muslim )
3. Najis Muthawassithah. ( Pertengahan ), yaitu najis selain anjing dan babi dan selain kencing bayi laki-laki yang baru hanya makan susu. Contoh kencing manusia, tahi binatang dan darah.
4. Najis yang dimaafkan, yaitu contohnya :
a. Percikan air kencing yang sangat sedikit, yang tidak bisa ditangkap oleh mata telanjang.
b. Sedikit darah, nanah, darah kutu, tahi lalat, tahi cicak dan sejenisnya, selagi hal itu bukan perbuatan yang disengaja.
c. Darah dan nanah dari luka, sekalipun banyak, dengan syarat berasal dari orang itu sendiri, bukan atas perbuatan yang disengaja, dan najis itu tidak melampaui dari tempatnya yang biasa.
d. Tahi binatang yang mengenai biji-bijian ketika ditebah, dan tahi binatang ternak yang mengenai susu ketika diperah, asalkan sedikit dan tidak merubah sifat susu itu.
e. Tahi ikan dalam air apabila tidak sampai merubahnya dan tahi burung-burung di tempat yang biasa mereka datangi, seperti burung-burung di Masjidil Haram di Makkah dan Madinah dan yang lainnya. Karena tahi hewan itu tersebar merata dimana-mana sehingga sulit untuk dihindari.
f. Darah yang mengenai baju tukang potong hewan, asalkan sedikit.
g. Darah yang menempel di daging, asalkan sedikit.
h. Mulut anak kecil yang terkena najis muntahannya sendiri, ketika ia menetek dari ibunya.
i. Debu yang menerpa di jalanan.
j. Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir, seperti lalat, lebah, semut, dengan syarat binatang itu tercebur sendiri dan tidak merubah sifat air yang dimasukinya. ( HR Bukhari )
Cara Bersuci dari Najis pada Pakaian, Tubuh dan Tempat.
1. Najis Mughallazhah: Hanya bisa disucikan dengan dibasuh 7 x, salah satu di antaranya dicampur dengan tanah, baik pada pakaian, tubuh ataupun tempat shalat.
2. Najis Mukhaffafah ( Ringan ). Caranya ialah dengan diperciki air sampai merata.
3. Najis Muthawassithah. ( Pertengahan ). Hanya dapat disucikan jika dialiri air yang dapat menghilangkan bekasnya, sehingga wujud dan sifat-sifat najis itu hilang. Dan tidak mengapa jika masih tersisa warnanya seandainya memang amat sulit dihilangkan, seperti darah.
4. Kulit bangkai selain anjing dan babi. Disucikan dengan cara disamak, maksudnya dihilangkan cairannya yang dapat merusaknya jika dibiarkan, dengan menggunakan bahan pedas, sehingga jika kulit itu direndam di dalam air, tidak akan busuk dan rusak. ( HR Muslim ). Catatan; sesudah disamak, kulit itu masih wajib dicuci dengan air bersih, karena ia telah bertemu dengan obat-obatan yang najis, yang digunakan untuk menyamaknya.
Read More or Baca Lebih Lengkap..
Senin, 22 Juni 2009
Selasa, 16 Juni 2009
BAB 1 THAHARAH ( BERSUCI ) DAN ADAB-ADAB/ CARA-CARANYA ( Bag 1 )
Menurut bahasa, thaharah berarti bersih dan suci dari segala kotoran, baik yang nyata seperti najis maupun yang tidak nyata, contohnya aib.
Menurut syariat, thaharah artinya; melakukan sesuatu agar diijinkan shalat atau hal-hal lain yang sehukum dengannya, seperti wudlu, mandi wajib, dan menghilangkan najis dari pakaian, tubuh dan tempat shalat. ( QS Al Maa’idah:6 )
Dalil naqli:
1. Allah SWT berfirman, “ Dan pakaianmu bersihkanlah.” ( Al Muddatsir: 4 )
2. “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat, dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. ( Al Baqarah: 222 ).
3. “ Bersuci adalah separuh dari iman. ( HR Muslim )
Hikmah Bersuci:
1. Thaharah termasuk tuntutan fitrah. Fitrah manusia cenderung kepada kebersihan dan membenci kotoran serta hal-hal yang menjijikkan.
2. Memelihara kehormatan dan harga diri. Karena manusia suka berhimpun dan duduk bersama. Islam sangat menginginkan, agar orang muslim menjadi manusia terhormat dan punya harga diri di tengah kawan-kawannya.
3. Memelihara kesehatan. Kebersihan merupakan jalan utama yang memelihara manusia dari berbagai penyakit, karena penyakit lebih sering cepat tersebar disebabkan kotoran. Dan membersihkan tubuh, membasuh wajah, kedua tangan, hidung dan kedua kaki sebagai anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung dengan kotoran, akan membuat tubuh terpelihara dari berbagai penyakit.
4. Beribadah kepada Allah dalam keadaan suci. Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat dan bersuci.
Thaharah ada dua macam: 1> Bersuci dari najis, dan 2> Bersuci dari hadats.
Air yang untuk bersuci;
1. Air yang turun dari langit, contohnya air hujan, air es, dsb. Dasar hukumnya; “ Allah turunkan dari langit air yang sangat bersih untuk bersuci. ( QS Al Anfal;11 ).
2. Air yang keluar dari dalam bumi, contohnya air laut, air sumur, air sungai, air dari mata air. Dalil; “ Karena laut itu sangat suci airnya dan halal bangkainya. ( Hadits Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ahmad )
Pembagian/ klasifikasi air:
1. Air suci lagi mensucikan ( Thahir Muthahhir ) adalah Air mutlak, yaitu air yang measih tetap pada sifat keasliannya sebagaiman yang diciptakan Allah swt ( HR Bukhari )
2. Air suci mensucikan tetapi makruh. ( Thahir Muthahhir Makruh ): Air musyammas, yaitu air yang terkena panas matahari.Air ini akan menjadi makruh bila; a. Jika berada di negeri yang sangat panas, b. Jika air itu diletakkan di bejana logam selain logam emas dan perak, seperti besi, tembaga dan logam apapun yang bisa ditempa, c. Jika air itu digunakan pada tubuh manusia atau binatang ( Dari Umar r.a, As Syafi’i )
3. Air suci tapi tidak mensucikan ( Thahir Ghoiru Muthahhir ). Adalah air sedikit yang sudah digunakan untuk bersuci yang fardhu. ( Bukhari, Muslim ).
4. Air terkena najis. ( Mutanajjis ), yaitu air yang kemasukan najis. Air ini terbagi menjadi dua macam:
a. Air sedikit, yaitu yang kurang dari 2 kulah. Air ini akan otomatis menjadi
najis, begitu kemasukan najis meskipun sedikit dan tidak merubah sifat-sifat air seperti warna, bau dan rasa. ( HR Muslim, Kitab Al Khamis ). Ukuran 2 kulah= 60cm x 60cm x 60 cm.
b. Air banyak, yaitu air 2 kulah atau lebih. Air ini tidak otomatis menjadi najis jika kemasukan najis. Air ini baru menjadi najis, jika najis tersebut mampu merubah salah satu sifat-sifat dasar air yang tiga yaitu warna, rasa atau baunya. ( Ibnu Mundzir, Imam Nawawi )
Read More or Baca Lebih Lengkap..